HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Sejarah haki
Sejarah, Latar belakang dan Landasan
HaKI
Kalau dilihat secara
historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang
menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat
sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak
monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang
paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun
1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu
Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang
paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi
tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang
dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak
cipta.
Tujuan dari
konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru,
tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak.
Kedua konvensi itu kemudian membentuk
biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection
of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual
Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus
di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB.
Sebagai tambahan pada
tahun 2001 World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan
tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun,
negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan
dalam rangka memeriahkan Hari HaKI Sedunia
Sejak ditandatanganinya
persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April
1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah
sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya
melalui Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan
dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan
diselenggarakannya hubungan perdagangan antar negara secara jujur dan adil,
karena:
1.
TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard
2.
Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang
bersifat memaksa tanpa reservation
3.
TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme
penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
Tumbuhnya konsepsi
kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk
melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan
ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk
pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokan
sebagai :hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible)
Pengenalan HaKI sebagai
hak milik perorangan yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam
tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di
Indonesia. Dari sudut pandang HaKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya
sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan tidak saja akan memberikan
rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat
atau gairah untuk menghasilkan karya-karya inovatif,inventif dan produktif.
Jika dilihat dari latar
belakang historis mengenai HaKI terlihat bahwa di negara barat (western)
penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu
sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan
dalam perundang-undangan.
HaKI bagi masyarakat
barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan
terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat
strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkan atau kekayaan
intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi
ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut
memungkinkan pencipta karya intelektual untuk terus berkarya dan meningkatkan
mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga akan
timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik
sehingga timbul kompetisi.
Konsekuensi HaKI/akibat diberlakukannya
HaKI :
1. Pemegang hak dapat memberikan izin
atau lisensi kepada pihak lain.
2. Pemegang hak dapat melakukan upaya
hukum baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum.
3. Adanya kepastian hukum yaitu pemegang
dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
4. Pemberian hak monopoli kepada
pencipta kekayaan intelektual memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat
mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi.
Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Kekayaan intelektual
merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti
teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan
lain-lain yang berguna untuk manusia.Objek yang diatur dalam HKI adalah
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem
HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang
diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan
sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya
lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan
melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem
dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga
kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat
dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut,
diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan
hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang
lebih tinggi lagi.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua
bagian, yaitu:
1.
Hak Cipta (copy rights)
2.
Hak Kekayaan Industri (Industrial
Property Rights), yang mencakup:
·
Paten;
·
Desain Industri (Industrial designs);
·
Merek;
·
Penanggulangan praktik persaingan curang
(repression of unfair competition);
·
Desain tata letak sirkuit terpadu
(integrated circuit);
·
Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam
mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas
menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b. Pembinaan
yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang
HaKI;
c. Pelayanan
Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal
HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat Jenderal
HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a.
Sekretariat Direktorat Jenderal;
b.
Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak Sirkuit terpadu, dan
Rahasia Dagang;
c.
Direktorat Paten;
d.
Direktorat Merek;
e.
Direktorat Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f.
Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994,
Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan
meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Astablishing the World
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu
bagian terpenting darti persetujuan WTO
adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah
Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang
HaKI, yaitu :
a.
Paris Convention for the protection of
Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24
Tahun 1979;
b.
Patent Coorperation Treaty (PCT) and
Regulation under the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c.
Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres
No. 17 Tahun 1997;
d.
Bern Convention for the Protection of
Literaty and Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun 1997;
e.
WIPO copyrights treadty (WCT) dengan
Keppres No. 19 tahun 1997;
Di dalam dunia
internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu
suatu badan dari PBB yang disebut WIPO(WORLD INTELLECTUAL PROPERTY
ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan
telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial
Property and Convention establishing the world Intellectual Property
Organization, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan
intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik
dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket
persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI
diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat
dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan
ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi
yang berdasar ilmu pengetahuan.
Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak
milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia
terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda
dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang
abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang
merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Secara historis,
peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun
1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai
perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan
UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun
1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah
menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak
tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan
anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Workssejak
tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945,
semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
Secara historis,
peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun
1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai
perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan
UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun
1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama• Netherlands East-Indies
telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property
sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936,
dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Workssejak
tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945,
semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan
di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri
Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan
nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri
Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan
Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang
mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.•
Pada tanggal 11 Oktober
1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan
dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun
1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk
melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.•
10 Mei 1979 Indonesia
meratifikasi Konvensi Paris• Paris Convention for the Protection of Industrial
Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun
1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena
Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu
Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April
1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk
menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun
1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan
hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat
pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.•
Tahun 1986 dapat
disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli
1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan
No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres
adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan
peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di
kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.•
19 September 1987
Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12
Tahun 1982 tentang Hak Cipta.•
·
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan
Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten
dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan
Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat
Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
·
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan
Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan
menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU
Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
·
28 Agustus 1992 Pemerintah RI
mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April
1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
·
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI
menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of
Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
·
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi
perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987
jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
·
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru
dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31
tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.
·
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan
TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights)
pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15
tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang
terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di
undangkannya.
·
Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29
Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif
sejak tahun 2004.
Sumber:
http://fidyanifitri.wordpress.com/2012/04/10/hak-kekayaan-intelektual/
http://yuarta.blogspot.com/2011/03/pengertian-hak-kekayaan-intelektual.html
Hukum
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di
Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan
hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum
tersebut antara lain adalah :
·
Undang-undang Nomor 7/1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
·
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang
Kepabeanan
·
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak
Cipta
·
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
·
Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak
Paten
·
Keputusan Presiden RI No. 15/1997
tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization
·
Keputusan Presiden RI No. 17/1997
tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
·
Keputusan Presiden RI No. 18/1997
tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic
Works
·
Keputusan Presiden RI No. 19/1997
tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
·
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut
maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap
individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif
mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke
pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas
Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia.
Sumber:
http://endraisme.wordpress.com/2014/03/09/hak-kekayaan-intelektual/
Klasifikasi Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
1. Hak Cipta
2. Hak Kekayaan Industri, yang meliputi
:
a. Hak
Paten
b. Hak
Merek
c. Hak
Desain Industri
d. Hak
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. Hak
Rahasia Dagang
f. Hak
Indikasi
Dalam hal ini Hak Cipta, Hak Paten, dan
Hak Merek.
• Hak
Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi
pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda
immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang
objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam
hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa
yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta
tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah
Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul
serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun
penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta
merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas
dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar
hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
§ UU
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
§ UU
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
§ UU
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
§ UU
Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor
29)
•
Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang
mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur
perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh
perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan
industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti
plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan
dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang
sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah
satunya meliputi hak paten dan hak merek.
• Hak
Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001
pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama
waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan
membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya
diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di
bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang
dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan
proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan
untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang
mengatur hak paten antara lain :
§ UU
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
§ UU
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
§ UU
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
• Hak
Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001
pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan
produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai
jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap
produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih
produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari
masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara
lain :
• Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan
pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
• Merek
Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan
pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
• Merek
Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Selain itu terdapat
pula hak atas merek, yaitu hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu,
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah dipatenkan bahwa nama merek yang
sama dari produk/jasa lain tidak dapat digunakan dan harus mengganti nama
mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut, maka pemilik merek dapat
mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan Hukum atas penggunaan nama
merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan dapat berupa ganti rugi dan
penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran
juga dapat berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara
keseluruhan dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain,
untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana
penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada
baiknya jika merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide
atau pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam
pemberian nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan
memberikan hak merek kepada pemilik baik individu maupun kelompok organisasi
(perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan
perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap pencurian nama merek
dagang/jasa tersebut.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak
merek antara lain :
§ UU
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
§ UU
Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
§ UU
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)
Dalam pembahasan ini,
dapat disimpulkan bahwa HaKI adalah bagian penting dalam penghargaan dalam
suatu karya dalam ilmu pengetahuan, sastra maupun seni dengan menghargai hasil
karya pencipta inovasi-inovasi tersebut agar dapat diterima dan tidak dijadikan
suatu hal untuk menjatuhkan hasil karya seseorang serta berguna dalam
pembentukan citra dalam suatu perusahaan atau industri dalam melaksanakan
kegiatan perekonomian.
Sumber:
http://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar